Dalam hidup, banyak orang menilai bahwa meminta maaf lebih sulit dari pada memaafkan. Kita melihat mereka yang bersalah atas perbuatannya sangat sulit untuk meminta maaf kepada mereka yang dirugikan. Padahal, sejatinya memaafkanlah yang paling sulit untuk dilakukan.
Hal itu terjadi karena, rasa sakit dan kehilangan yang kita alami tidak dapat digantikan oleh pernyataan maaf ataupun diberi bentuk tanggung jawab berupa materi yang diberikan orang yang berbuat salah kepada kita. Beberapa orang kesulitan untuk memaafkan karena mereka sadar atas haknya untuk merasa marah dan pihak yang bersalah tidak layak mendapatkan kebaikan. Membuat keputusan untuk memaafkan berarti kita melepaskan kebencian, yang mana kita memiliki semua hak untuk memilikinya, namun kita putuskan untuk melepaskannya supaya rasa damai itu muncul.
Oleh karena itu, terkadang kita seolah-olah telah memaafkan kesalahan mereka dengan tegar, walaupun acap kali masih memendam rasa sakit dan dendam. Memaafkan adalah proses. Dalam proses tersebut, kita berupaya untuk menerima emosi negatif terhadap peristiwa yang terjadi, benar-benar menempatkan yang salah dalam kata kata dengan cara yang jujur dan otentik. Kemudian, kita dengan kemauan sendiri bertekad untuk melepaskan seluruh emosi negatif tersebut dengan cara memberikannya pada kekuatan yang lebih tinggi.
Pada akhirnya, proses ini akan mengantarkan kita pada perubahan emosi negatif menjadi rasa damai, empati, dan compassion. Ketika seseorang memberikan rasa ampunnya, mereka tidak lagi dikuasai oleh emosi negative terhadap orang atau situasi tertentu. Memaafkan terbagi dalam tiga hal. Pertama, keputusan untuk mengatasi rasa sakit yang ditimbulkan oleh orang lain atau suatu peristiwa. Kedua, melepaskan kemarahan, dendam, rasa malu, dan emosi negatif lain yang terkait dengan ketidakadilan, meskipun itu adalah perasaan yang masuk akal. Ketiga, memperlakukan si pelaku dengan belas kasih, meskipun mereka tidak berhak untuk itu.